Senin, 05 Desember 2011

Ketika Halaqah Tak Lagi Dirindui

dakwatuna.com - Suara-suara mendengung bak lebah itu menumbuhkan suasana syahdu dan khusyuk. Lantunan kalam Ilahi yang meluncur dari lisan-lisan shalih itu bak mantera penguat jiwa. Muraja’ah hafalan surat-surat dalam Al-Qur’an serta talaqqi madahpenuh dengan semangat dan optimisme yang tinggi. Pertemuan pekanan ini ibarat ruh bagi jiwa, bak air untuk kehidupan. Majelis pekanan yang lazim dikenal sebagai halaqah, tak bisa dipungkiri adalah nadi bagi sebuah harakah Islamiyah. Di dalamnya, para kader dakwah berinteraksi secara intim dan intens di bawah bimbingan seorang Murabbi. Pertemuan-pertemuan pekanan semacam ini haruslah dinamis dan produktif agar harakah Islamiyah dapat terus menggulirkan amal-amal dakwah demi kejayaan Islam. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa tak selalu halaqah ini berjalan mulus. Ada kalanya rutinitas pekanan ini didera kelesuan. Karena bagaimanapun pribadi-pribadi di dalamnya adalah manusia, bukan kumpulan para malaikat, yang memiliki iman yang fluktuatif. Mengapa sebuah halaqah tak lagi nyaman didatangi? Pertama, disorientasi tujuan. Motivasi orang mengikuti kajian rutin seperti halaqah sangat beragam. Ada yang karena ingin mendalami ilmu agama. Ada yang tertarik oleh ajakan kawan. Ada yang bersungguh-sungguh ingin menegakkan agama Allah. Pun tak sedikit yang semangat berhalaqah agar naik jenjang keanggotaan dalam jamaah. Nah, ketika dirasa peluang naik tingkat sangat kecil, bukan tidak mungkin semangat yang sebelumnya menyala-nyala bisa langsung padam. Disorientasi tujuan ini berkaitan erat dengan ruhiyah seseorang sehingga ketika ada yang mengalami hal ini, maka pasokan ruhiyahnya harus ditingkatkan. Bisikan-bisikan hawa nafsu harus ditepis agar keikhlasan tetap terjaga. Komitmen bergabung dalam jamaah dakwah harus dikuatkan kembali. Kedua, pelaksanaan halaqah yang membosankan. Bagaimanapun, mengelola halaqah ada seninya. Meskipun kurikulum sudah ada, silabus sudah lengkap dan tujuan masing-masing materi sudah jelas, tetap saja diperlukan strategi agar halaqah berjalan dinamis dan penuh kesan. Halaqah yang melibatkan semua komponen dan bergerak menuju arah yang sama tentulah halaqah yang sangat dinanti-nantikan kehadirannya. Oleh karenanya setiap individu di dalam halaqah memiliki peranan yang sangat penting demi mewujudkan halaqah yang dirindui. Ketiga, hubungan Murabbi dengan mutarabbi. Murabbi sebagai pemimpin dan pengendali halaqah memegang peranan yang paling penting. Sosoknya haruslah mampu diterima semua anggota kelompok. Tidak ada penolakan terhadap dirinya. Imam Hasan Al Banna mengibaratkan figur ini sebagai syaikh dalam hal kepakaran ilmu, orang tua dalam hal kasih sayang, guru dalam hal pengajaran, kakak dalam hal teladan dan pemimpin untuk urusan ketaatan. Pernah ada seorang mutarabbi yang menyampaikan kepada Murabbinya, “Ustadz, saya usul dalam halaqah kita ketika adzan Isya’ berkumandang marilah kita segera shalat berjamaah sebagaimana ketika kita shalat Maghrib.” Tak dinyana, jawaban Sang Murabbi begini.”Akhi, saya ketika halaqah dengan para doktor-doktor syariah biasa saja gak shalat Isya’ jamaah waktu halaqah. Shalatnya nanti di rumah saja biar waktu halaqah nggak terlalu lama. Saya rasa, yang perlu diperbaiki itu komitmen Antum. Antum suka datang telat, waktu halaqah tidur, kurang ihtiram, gak setor hafalan….” Menjadi pemimpin, tak boleh alergi kritik sebagaimana menjadi mutarabbi pun tak boleh alergi nasihat dan teguran. Ketika jawaban tersebut disampaikan, maka si Al akh pun balik membalas, “Ustadz, saya kan usul. Usul itu bisa diterima atau ditolak. Kalo diterima, Alhamdulillah kalo nggak ya nggak apa-apa. Jangan malah membeberkan aib-aib saya…” Ketika hubungan Murabbi-Mutarabbi seperti ini –saling menyerang- pastilah halaqah bukan lagi momen yang dirindukan. Ia akan menjadi waktu yang tidak diharapkan, atau dijalani dengan terpaksa. Dihadiri tanpa semangat. Oleh karenanya harus ada hubungan yang mesra antara Murabbi dengan mutarabbi-nya. Jika hubungan ini sudah tercipta, niscaya halaqah akan menjadi momen yang dinanti-nanti. Keempat, melemahnya militansi. Bisa jadi, masa-masa awal mengikuti halaqah adalah momen-momen yang tak terlupakan. Berkobar-kobarnya semangat dan keinginan meninggikan agama Allah. Setelah itu akan dirasakan kestabilan dan keadaan yang biasa-biasa saja. Kesibukan dunia, rutinitas kerja, tuntutan-tuntutan di luar dakwah dan kompleksitas dari ketiga faktor di atas akan melemahkan militansi. Pada kondisi seperti ini, halaqah bisa berubah menjadi sekedar rutinitas yang menjemukan. Hanya akan menjadi majelis ‘setor muka’. Jika ini yang terjadi, maka wajarlah jika kelak lambat laun halaqah tak akan lagi dirindui. Oleh karenanya, bangkitlah! Semangat itu tak dicari, tapi ditumbuhkan. Kemudian dipupuk dan dijaga dari hama dan virus yang akan melemahkannya. Militansi tak kenal musim. Ia harus dijaga senantiasa hidup dan menjadi api perjuangan. Wahai Saudaraku, mari tumbuhkan kerinduan akan hari itu. Hari pertemuan kita dengan saudara yang diikat karena Allah. Hari yang di dalamnya penuh keberkahan dan doa para malaikat. Satu hari dalam setiap minggu yang kita dedikasikan untuk menghasilkan amal-amal dakwah dalam bingkai harakah Islamiyah… Sumber: http://www.dakwatuna.com/2011/09/14363/ketika-halaqah-tak-lagi-dirindui/

Rabu, 30 November 2011

Menuju Kemenangan Dakwah Kampus (Resume singkat)

Tugas menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar merupakan hal yang fundamental dalam Islam. Melalui tugas ini Allah SWT memberikan gelar umat ini khairu ‘ummah (ali Imron :110). Umat Islam juga dikenal sebagai umat pertengahan karna tabiat umat pertengahan akan melahirkan sikap adil dan wara’. Tugas amar ma’ruf nahi mungkar hidup sepanjang risalah Islam. Tugas ini merupakan ruh yang menjiwai islam kita, dan senjata bagi Islam yang menjadikan Islam ini tumbuh dan berkembang, dan energi yang membentuk keberislaman dalam diri kita. Konsep amar ma’ruf nahi mungkar tumbuh dalam tubuh Islam dan umat Islam. Konsep ini ditemukan dalam aqidah, ibadah, syariah, dan akhlaq, serta muamalah. Konsep amar ma’ruf nahi mungkar dikenal dengan kata dakwah. Dakwah merupakan usaha mendorong manusia untuk berbuat kebajikan dan mengikuti petunjuk, menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari perbuatan mungkar, agar memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat (syekh Ali mahfuzh). Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa dakwah kepada Allah ialah mengajak orang lain untuk beriman kepadaNya dan ajaran yang dibawa RasulNya, dengan membenarkan informasi yang mereka bawa dan menaati apa yang mereka perintahkan. Dakwah berasal dari kata da’a, yad’u yang berarti panggilan, ajakan, dan seruan. Sedangkan da’awa bermakna mengajak, meminta, memanggil, dan menyeru. Sesungguhnya esensi dakwah yang perlu diperhatikan adalah mengubah manusia baik individu maupun kelompok dari situasi yang tidak baik ke situasi yang lebih baik. Dakwah Islam memenuhi tiga pokok yang mendasar : proses penyampaian agama, penyampaian dari amar ma’ruf nahi mungkar, dan dilakukan secara sadar dengan tujuan terbentuknya masyarakat yang taat dan mengamalkan seluruh dinul islam. Dakwah pula memiliki tiga karakteristik : thalut thariq (panjang jalannya), katsirul ‘aqabat (banyak timpaannya), qilatur rijal (sedikit orangnya). Dakwah islam dilaksanakan dimanapun tak terkecuali di Dakwah Islam dilakukan dimana saja, tak terkecuali di kampus. Dakwah kampus (DK) dilakukan oleh kalangan kampus demi manfaat kampus dan masyarakat global. Dakwah kampus dilakukan untuk perjuangan menegakkan kemenangan Allah SWT. Tujuan dakwah kampus adalah membentuk kalangan kampus yang yang bercirikan profesionalitas, memiliki komitmen yang kokoh terhadap Islam, dan mengoptimalkan peran kampus dalam upaya mencapai kebankitan Islam. Kampus merupakan lahan subur untuk perkembangan dakwah Islam. Banyak peran signifikan yang dapat dimanfaatkan oleh Islam dan dakwah Islam, antara lain: Kampus merupakan lembaga akademik tinggi, tempat pembelajaran, penempaan, penerapan ilmu-ilmu tinggi. Kampus adalah lingkungan bebas di mana semua aliran pemikiran dapat mengungkapkan pendapatnya. Ketika peran strategis ini dapat dimanfaatkan, maka akan semakin banyak kebaikan yang dapat diperoleh oleh dakwah Islam. Untuk mencapai kemenangan dakwah kampus ini, diperlukan enam kerangka strategis yang merupakan format dakwah kampus masa depan: dakwah prestatif, creative majority, dakwah kaya, ketokohan sosial, kepemimpinan sejati, dan maskimalisasi peran mujahidah dakwah kampus. Dakwah prestatif artinya dakwah kampus harus menjadi rahim bagi karya-karya besar. Dakwah kampus harus menjadi basis prestasi. Creative Majority berarti dakwah kampus harus memiliki kapabilitas dalam dua hal sekaligus; kualitas dan kuantitas. Kadernya banyak dan tangguh. Berawal dari kader-kader yang kreatif, inovatif, dan pandai berstrategi. Dengan demikian pos-pos strategis dalam kampus telah diisi oleh ADK dan berada dalam koordinasi DK. Dakwah Kaya maksudnya dakwah kampus menjadi benar-benar kaya dalam 10 hal: kaya hati, kaya akhlak, kaya ilmu, kaya materi, kaya kader, kaya visi dan cita-cita, kaya ide dan gagasan, kaya strategi dan rekayasa, kaya hubungan dan jaringan, serta kaya amal. Creative Mayority, sudah saatnya lah Dakwah Kampus menumbuhkan banyak kader, simpatisan, atau minimal pendukung dakwah Islam. Ketokohan sosial dalam konteks menuju kemenangan dakwah kampus berarti menabur kiprah terbaik (KT) di tengah-tengah umat sekaligus membangun kepercayaan atau pengakuan umat terhadap kapasitas DK (Kp). Ketokohan Sosial (KS) menjadi semakin besar saat KT dan Kp meningkat nilainya. Kepemimpinan Sejati artinya DK harus melahirkan para pemimpin sejak di dunia kampus yang efektif dan kuat. Meskipun dalam Bab 3 buku ini hanya dibatasi dalam kepemimpinan di LDK, kepemimpinan tangguh juga diperlukan di BEM dan berbagai pos strategis lainnya, termasuk birokrasi kampus. Dalam kaitan ini (juga semua langkah menuju kemenangan dakwah kampus) terlihat begitu pentingnya peran ADK Permanen. Maksimalisasi Kiprah Mujahidah DK. Hampir semua LDK telah memiliki departemen keputrian atau sejenisnya. Yang diperlukan adalah bagaimana memaksimalkan para mujahidah dakwah kampus ini sehingga dakwah kepada muslimah yang jumlahnya lebih besar menjadi efektif. Enam kerangka strategis dakwah kampus ini bisa dicapai dengan terlebih dahulu melakukan perbaikan internal dakwah kampus melalui dua tahap. Tahap I bersifat umum yang harus dilaksanakan pada sluruh cakupan dan tataran. Yakni meliputi: kembali kepada ashalah dakwah kampus, menghapus trauma persepsi, dan berkomitmen dengan sikap terbaik. Lalu tahap II berada pada tataran kebijakan, bersifat khusus, dan dilaksanakan oleh qiyadah. Ia terdiri atas; membuka kran komunikasi dan informasi serta memunculkan kepemimpinan baru. Lebih jelas dan lengkapnya tentu Antum, khususnya para aktifis dakwah kampus harus membaca sendiri buku Menuju Kemenangan Dakwah Kampus ini secara lengkap. Buku ketujuh dari 100 buku pengokohan tarbiyah ini memang spesial untuk para mujahid kampus, para ADK, agar seperti judulnya, dengan panduan ini dakwah kampus akan mencapai kemenangannya. *Resume singkat buku "Menuju Kemenangan Dakwah Kampus"