“Alhamdulillaah, Rrruarrrr
Biazsaaa…Allahu Akbar” kata yang tepat yang bisa ane tulis pada awal
catatan akhir tahun jilid 2 ini. Masih di bulan Desember, tepatnya tanggal 19-24
para pendidik di tempat ane ngajar (Sekolah Bintang Madani) sedang fokus
mengisi laporan perkembangan hasil belajar murid-muridnya selama satu semester.
Ketika itu
(kalau tidak salah) hari senin tanggal 19 Desember 2011 saya mendapat laporan
dari partner ngajar bahwa ada salah satu orang tua yang minta anaknya
untuk diturunkan kelasnya (dari kelas 4 ke kelas 3). Saya cukup kaget mendengar
berita tersebut, tetapi kami (saya & rekan kerja di kelas)
berdiskusi dan terus memikirkan yang terbaik bagi anak dan ibunya.
Selasa 20
Desember 2011 mendengar kabar dari rekan kelas bahwa ibu tersebut akan
mengambil laporan perkembangan anaknya di hari kamis dan sekaligus ingin
berdiskusi dengan kami. Kamipun mengabulkan permintaannya. Dari dana kami mulai
fokus untuk menyelesaikan raport anak tersebut. Kami terus berdiskusi
tentang perkembangannya selama satu semester, bahkan lebih karena menganalisis
juga dari mulai kelas tiga.
Kamis pun
tiba, sekitar pukul 08.00 ibunya muridku tiba di sekolah dan kami lagsung
menyambutnya juga mengajaknya untuk berdiskusi di ruangan kepala sekolah.
Diskusi mulai kami lakukan, banyak hal yang kami diskusikan, walaupun
permasalahan intinya satu (siap menerima kondisi anak). Ibu tersebut mulai bertanya
tentang perkembangan proses pembelajaran anaknya, jawaban yang cukup gamblang
yang kami sampaikan kepada ibu tersebut (Ya…walaupun masih banyak aspek yang
belum terevaluasi). Kemudian keluar juga dari lisan ibu tersebut tentang
permintaannya untuk menurunkan anaknya ke kelas 3 bahkan kelas 2. Dengan tegas
kembali kami menyampaikan kondisi dan perkembagan murid kami selama di sekolah,
yang kami yakini bahwa kondisi anak di sekolah akan dapat dipengaruhi oleh
kondisi anak di rumah. “Bu,tidak sedikitpun terbesit dalam pikiran kami bahwa
anak kita akan tinggal kelas di kelas 4 tahun depan, apalagi sampai turun
kelas…” begitu seterusnya, papar saya kepada ibu tersebut. Ibu tersebut
menanggapi penjelasan dan pertanyaan kami dengan terbuka dan penuh kejujuran,
dan menjelaskan juga kondisi proses pembelajaran selama di rumah. Matanya mulai
berlinang air, sedikit demi sedikit air matapun menetes. Kami cukup terharu dan
sangat bangga karena diskusi kami sagat terbuka dan tiap kalimat yang terucap
penuh cinta yang tulus bagi anak-anak kami.
Tidak terasa
sudah 2 jam kami berdiskusi dan akhirnya Ibu tersebut lekas berpamitan dan kami
saling berterima kasih juga saling memaafkan atas kesalahan kami dalam
memperilakukan anak, baik di rumah ataupun di sekolah.
Sabtu 24
Desember 2011 telah tiba, saatnya kami mempertanggungjawabkan amanah kami dalam
mendidik anak-anak kepada para orang tua. Do’a pun saya panjatkan kepada Illahi
Rabbi, Allah SWT, “Rabb, jagalah lisan ini dalam menyampaikan sesuatu kepada
para orang tua. Semoga pertanggungjawaban di hadapan orang tua ini bisa
mengurangi beban pertanggungjawaban di hadapan-Mu”.
Sekitar pukul
10.00 para orang tua telah selesai mengikuti acara dari sekolah, dan mereka
bergegas masuk ke kelas masing-masing. Diskusi dengan orang tua mulai kami
lakukan, satu, dua, tiga, dan seterusnya orang tua bergiliran untuk berdiskusi
dengan kami (guru kelas). Kurang lebih 2 jam kami berdiskusi dengan para orang
tua siswa. Tetapi satu hal yang saya perhatikan dalam proses diskusi bersama
para orang tua. Mereka tidak fokus bertanya tentang akademik anak-anaknya,
bahkan yang bertanya akdemik hanya beberapa orag tua saja [tidak lebih dari 5
orang]. Kami sepakat dan meyakini bahwa ketika sikap/ akhlak/ karakter anak
yang kami prioritaskan dan kembangkan/ tingkatkan, maka potensi akademik anak
akan cepat menyesuaikan. Ketika anak sudah merasa senang untuk belajar,
memiliki motivasi yang tinggi dalam berprestasi, optimis, siap menerima
konsekuensi dari setiap perbuatuannya, dan karakter/ sikap positif lainnya,
maka prestasi akademik akan segera akan mereka dapatkan, atau minimal ada usaha
yang optimal yang mereka tunjukan.
Pembagian
raport telah selesai, guru-guru segera berkumpul untuk membahas persiapan rapat
kerja semester dua yang akan dilaksanakan pada tanggal 26-28 Desember 2011.
Artinya, satu hari kami istirahat dari padatnya aktivitas sekolah dan harus
melanjutkan lagi pada hari berikutnya. “Tapi tidak apa lah, kan bisa libur
cukup panjang setelah RaKer”, gumam salah seorang guru.
Hari pertama
RaKer pun dimulai, dan yang menjadi fokus pembahasan adalah evaluasi program
kelas dan program sekolah juga evaluasi kurikulum. Sebelum evaluasi dimulai,
Kepala Sekolah memberi taujih kepada para guru yang hadir ketika itu. Inti taujihnya
kurag lebih adalah “Pendidikan karakter yang sedang kita berikan kepada
anak-anak kita akan mudah kita terapkan manakala kita pun telah/ berusaha
menumbuhkan karakter yang baik pada diri kita. Bagi seorang pendidik/ guru jam
kerja yang dimilikinya bukan selama berada di sekolah (8 jam) tetapi 24 jam,
bahkan mungkin kita masih merasa kurang. Kita harus siap dihubungi kapanpun
oleh anak-anak. Selain itu, mungkin di luar sekolah kita masih memikirkan
perkembagan anak-anak, menyelesaikan persiapan-persiapan program kelas, dll. Tapi
inilah pendidik yang mulia, yang kebaikan dan pengorbanannya dapat membantu
mereka menuju jannah-Nya. Inilah sosok pendidik yang sholih secara pribadi, sosial,
dan sholih dalam profesinya. Pendidik adalah pemimpin yang luar bisa, dengan
mudah dia bisa membuat kondisi anak bosan, senang, ceria, semangat belajar, dll”.
Setelah itu, setiap guru menyampaikan evaluasi kelasnya masing-masing, sangat
dinamis sekali kondisi murid-murid di sekolahku (Sekolah Bintang Madani). Tapi kondisi
inilah yang bisa mendewasakan kami semua. Evaluasi program kelas dan program sekolah
selesai di hari pertama, dan akan dilanjut di hari ke dua dengan evaluasi
kurikulum, evaluasi pembelajaran Al-Qur’an (Metode UMMI), dan persiapan program
kelas dan program sekolah di semester 2.
Selasa, hari
kedua RaKer telah tiba. Para guru mulai berdatangan ke sekolah dengan membawa
bekal masing-masing (tentunya bukan makanan, tapi bahan-bahan untuk evaluasi
dan persiapan juga perlengkapan pribadi karena di hari kedua ini ada games
low impact dan mabit). Singkat cerita, pemaparan dari tiap guru pun
selesai. Banyak hal yang perlu kami evaluasi untuk perbaikan-perbaikan sekolah
dan [mungkin] SDM di masa mendatang. Dinamika RaKer sangat indah, para guru
dengan penuh semangat, kasih sayang, dan optimism menyampaikan
pendapat-pendapatnya. Dinamika tersebut kami bingkai dengan ukhuwah
islamiyah antara kami, apalagi ketika kita mulai dengan game
kelompok, mulai dari game indoor sampai outdoor. Indah sekali kebersamaan
ini, semoga Allah selulu mempersatukan kita dalam mahabbah-Nya dan kelak
Dia mengumpulkan kita kembali di syurga-Nya, Amiin.
Permainan kelompok
pun selesai, kami bergegas mempersiapkan diri untuk shalat maghrib, ada yang
pulang dulu karena harus ngurus anaknya, ada yang diskusi dengan rekan
kerjanya, dll. Shalat maghrib, tilawah berjama’ah, shalat isya berjama’ah, lalu
kemudian makan malam telah kami kerjakan bersama. Semakin indah saja
kebersamaan ini. asykuruka Yaa Rabb.
Persiapan program
kelas, lesson plan, weekly plan, dsj dimulai. Membutuhkan waktu yang
sangat lama untuk mempersiapkan hal tersebut. Para guru serius mengerjakannya
dan sampai pukul 22.30an tidak sedikitpun yang dapat mengganggu konsentrasi mereka.
Namun setelah pukul 22.30an tingkah mereka mulai berkembang, ada yang semakin
cerewet, bercanda, dan lain sebagainya. Ini semua mereka lakukan agar rasa
ngantuknya bisa diminilisir dan hilang darinya. “Semakin malam, semakin jadi saja”,
itulah kalimat yang saya sampaikan kepada teman-teman saya dengan nada canda.
Sekitar pukul
23.30 aktivitas diberhentikan karena sudah larut malam dan semakin “error”
pikirannya. Kami segera beristirahat karena harus mempersiapkan badan untuk
aktivitas esok hari yang dimulai dengan qiyamullail, shalat shubuh, senam
nusantara, dan seterusnya. Karena merasa lelah, sampai mejelang tidur pun kami
masih terus saja bercanda. “Besok ga ada senam nusantara, diganti menjadi tidur
nusatara”, ujar salah seorang guru. “Iya boleh, dan yang qiyamullail juga Pak
Indra dan Pak Ridho aja kan? Karena di rundown acaranya juga nama mereka
yang ditulis”, jawab salah seorang guru lainnya. “Bener-bener nih, semakin
malam semakin jadi saja”, gumam saya.
Tidak terasa
rabu dini hari tiba, kami mulai terbangun dari tidur, cuci muka, wudhu dan
mempersiapkan yang lainnya untuk qiyamullail. Dilanjut dengan muhasabah, shalat
subuh berjama’ah, dzikir al-ma’sturat, senam nusantara, aktivitas pribadi (ada
yang ngopi, nyanyi-nyayi, tidur lagi, dll). Rangkaian acara yang indah.
Setelah sarapan
pagi, persiapan tiap kelas dilanjutka lagi sampai pukul 10.00 dan bersiap untuk
dipresentasikan. Tiap kelas mulai mempersiapkan untuk presentasi. Satu kelas,
dua kelas, dan seterusnya dilanjut sampai selesai. Dalam proses presentasi itu
kondisinya memang kurang kondusif karena kondisi fisik para guru mulai
mempengaruhi [wajar aktivitasnya cukup padat]. Tetapi kami terus berusaha untuk
mengikuti acara sampai akhir.
Alhamdulillah,
RaKer pun telah selasai. Kepala Sekolah menutup acara RaKer dengan
merefleksikan kegiatan. Dan kita menutup acara tersebut dengan penuh asa dan keyakinan
bahwa anak-anak kami kelak menjadi orang-orang yang sholih – mushlih yang
bermanfaat bagi diri, bangsa, dan agama.
Dan sungguh masih banyak lagi hikmah
yang saya dapatkan, yang [mungkin] belum bisa saya tuliskan dalam catatan akhir
tahun jilid 2 ini.
Al-Haqqu mirRabbika falaa
takuunanna minal mumtariin… Allahu A’lam bish-shawwab
El-Muta’allim @ Kamar, 22:59
Tidak ada komentar:
Posting Komentar